Bandung, - Revisi Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 7 tahun 2013 tentang penyerahan prasarana sarana utilitas (PSU) perumahan ditargetkan rampung pada April 2019 mendatang. Saat ini revisi payung hukum tersebut sudah masuk dalam agenda program legislatif daerah (prolegda) dan sudah masuk pembahasan triwulan pertama tahun ini.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung, Dadang Darmawan mengemukakan, jika Perda tersebut berhasil direvisi akan turut membantu upaya peningkatan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pasalnya, dalam aturan lama masih ada ganjalan yang cukup menghambat.
"Perda nomor 7 tahun 2013 mengamanatkan bahwa setiap pengembang yang mengembangkan perumahan di atas 5.000 meter persegi wajib menyerahkan minimal 40 persen PSU kepada Pemkot Bandung," ungkapnya selepas Bandung Menjawab di Taman Sejarah, Jalan Aceh, Kota Bandung, Kamis (31/1/2019).
Lebih lanjut ia menjelaskan, Perda tersebut pun mengatur bahwa pengembang yang belum menyerahkan diberikan kesempatan sampai dua tahun. Apabila lebih dari waktu yang ditentukan, maka Perda itu berlaku. Pada kenyataannya, kata dia, pengembang-pengembang yang ada di Bandung usianya sudah puluhan tahun dan belum menyerahkan PSU.
"Di Bandung ini ada 591 pengembang. Baru 20 pengembang yang sudah menyerahkan PSU. Itupun sebelum tahun 2013. Setelah itu belum ada lagi karena terganjal aturan harus minimal 40 persen, sedangkan banyak kurang dari itu. Sehingga pengembang tidak bisa menyerahkan, begitupun Pemkot tidak bisa menerima," bebernya.
Tidak hanya itu, menurut Dadang, banyak perumahan antara siteplan di awal pembangunan dengan kondisi sekarang sudah jauh berbeda. Misalkan seharusnya taman, kini sudah berupa masjid atau lahan parkir.
Pada Perda revisi, sambung Dadang, nantinya bagi pengembang yang sudah membangun 2013 ke belakang disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada, kekurangannya bisa menggunakan lokasi lain. Tetapi tidak mengurangi kewajiban 40 persen. Termasuk kewajiban pengembang untuk menyediakan 2 persen untuk lahan pemakaman.
Selain itu, ada juga penerapan sanksi bagi pengembang yang melanggar. Sanksinya antara lain izin pengembangannya diberhentikan, terdapat kewajiban membayar denda, dan sanksi sosial dengan diumumkan di media massa.
"Alhamdulillah para anggota dewan yang terhormat sangat mendukung. Karena kami banyak berdiskusi tentang target penambahan RTH. Kalau hanya mengandalkan APBD kan cukup berat, makanya dewan sangat mendukung. Bahkan sudah masuk Prolegda di triwulan pertama," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang PSU DPKP3, Riela Fiqrina menambahkan, proses revisi Perda ini merupakan bagian dari upaya melengkapi dan menyempurnakan peraturan yang ada. Diharapkan hasil revisinya sudah bisa rampung pada April mendatang.
"Paling krusial itu ada di Pasal 31. Nantinya akan ada semacam PSU amnesti. Karena zaman dulu banyak site plan yang tidak sesuai dengan aturan karena kurang dari 40 persen. Itu yang menjadi kendala. Dulu pun banyak perorangan, tidak berbadan hukum, dan lain-lain," katanya.
Menurut Riela, filosofi dari keharusan ada penyerahan dari pengembang perumahan ke Pemkot Bandung adalah PSU merupakan hak warga dan kewajiban pengembang. Warga membeli rumah di perumahan itu pasti beserta lingkungannya.
"Nanti pengelolaan hak pakainya harus oleh pemerintah. Salah satunya untuk menjaga agar PSU tidak beralih fungsi terutama RTH. Setelah tercatat jadi aset Pemkot, pengelolaannya bisa berbagi apakah oleh Pemkot atau oleh warga," bebernya.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung, Dadang Darmawan mengemukakan, jika Perda tersebut berhasil direvisi akan turut membantu upaya peningkatan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pasalnya, dalam aturan lama masih ada ganjalan yang cukup menghambat.
"Perda nomor 7 tahun 2013 mengamanatkan bahwa setiap pengembang yang mengembangkan perumahan di atas 5.000 meter persegi wajib menyerahkan minimal 40 persen PSU kepada Pemkot Bandung," ungkapnya selepas Bandung Menjawab di Taman Sejarah, Jalan Aceh, Kota Bandung, Kamis (31/1/2019).
Lebih lanjut ia menjelaskan, Perda tersebut pun mengatur bahwa pengembang yang belum menyerahkan diberikan kesempatan sampai dua tahun. Apabila lebih dari waktu yang ditentukan, maka Perda itu berlaku. Pada kenyataannya, kata dia, pengembang-pengembang yang ada di Bandung usianya sudah puluhan tahun dan belum menyerahkan PSU.
"Di Bandung ini ada 591 pengembang. Baru 20 pengembang yang sudah menyerahkan PSU. Itupun sebelum tahun 2013. Setelah itu belum ada lagi karena terganjal aturan harus minimal 40 persen, sedangkan banyak kurang dari itu. Sehingga pengembang tidak bisa menyerahkan, begitupun Pemkot tidak bisa menerima," bebernya.
Tidak hanya itu, menurut Dadang, banyak perumahan antara siteplan di awal pembangunan dengan kondisi sekarang sudah jauh berbeda. Misalkan seharusnya taman, kini sudah berupa masjid atau lahan parkir.
Pada Perda revisi, sambung Dadang, nantinya bagi pengembang yang sudah membangun 2013 ke belakang disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada, kekurangannya bisa menggunakan lokasi lain. Tetapi tidak mengurangi kewajiban 40 persen. Termasuk kewajiban pengembang untuk menyediakan 2 persen untuk lahan pemakaman.
Selain itu, ada juga penerapan sanksi bagi pengembang yang melanggar. Sanksinya antara lain izin pengembangannya diberhentikan, terdapat kewajiban membayar denda, dan sanksi sosial dengan diumumkan di media massa.
"Alhamdulillah para anggota dewan yang terhormat sangat mendukung. Karena kami banyak berdiskusi tentang target penambahan RTH. Kalau hanya mengandalkan APBD kan cukup berat, makanya dewan sangat mendukung. Bahkan sudah masuk Prolegda di triwulan pertama," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang PSU DPKP3, Riela Fiqrina menambahkan, proses revisi Perda ini merupakan bagian dari upaya melengkapi dan menyempurnakan peraturan yang ada. Diharapkan hasil revisinya sudah bisa rampung pada April mendatang.
"Paling krusial itu ada di Pasal 31. Nantinya akan ada semacam PSU amnesti. Karena zaman dulu banyak site plan yang tidak sesuai dengan aturan karena kurang dari 40 persen. Itu yang menjadi kendala. Dulu pun banyak perorangan, tidak berbadan hukum, dan lain-lain," katanya.
Menurut Riela, filosofi dari keharusan ada penyerahan dari pengembang perumahan ke Pemkot Bandung adalah PSU merupakan hak warga dan kewajiban pengembang. Warga membeli rumah di perumahan itu pasti beserta lingkungannya.
"Nanti pengelolaan hak pakainya harus oleh pemerintah. Salah satunya untuk menjaga agar PSU tidak beralih fungsi terutama RTH. Setelah tercatat jadi aset Pemkot, pengelolaannya bisa berbagi apakah oleh Pemkot atau oleh warga," bebernya.
Red